Thursday, May 26, 2016

Peresmian Monumen Gempa Bumi 2006

Mengenang Dahsyatnya Gempa Bumi 10 Tahun Lalu, Warga Cepokosawit Dirikan Monumen

Kamis, 26/5/2016
Monumen Gempa Bumi 2006 untuk mengenang terjadinya gempa di Desa Cepokosawit, Sawit, Boyolali, Rabu (25/5/2016). (Muhammad Ismail/JIBI/Solopos)
MONUMEN GEMPA BUMI 2006 UNTUK MENGENANG TERJADINYA GEMPA DI DESA CEPOKOSAWIT, SAWIT, BOYOLALI, RABU (25/5/2016). (MUHAMMAD ISMAIL/JIBI/SOLOPOS)
AddThis Sharing Buttons
Gempa bumi dahsyat pernah mengguncang wilayah Jogja yang dampaknya juga terasa di Boyolali dan sekitarnya pada 27 Mei 2006 lalu.
Solopos.com, BOYOLALI - Lagu Berita Kepada Kawan ciptaan Abiet G. Ade mengiringi pembacaan puisi berjudul “Sabtu Kelabu di Desaku” yang dibacakan oleh siswi SDN 2 Cepokosawit kelas VI, Bunga Imelda, 10.
Puisi itu berkisah tentang bencana gempa bumi yang terjadi pada hari Sabtu tanggal 27 Mei 2006. Pada hari itu tepat pukul 05.55 WIB gempa dahsyat berkekuatan 5,9 skala richter (SR) bersumber di pantai selatan Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) hingga mengguncang di Desa Cepokosawit, Sawit, Boyolali.
Sebanyak 216 rumah warga yang tersebar di sembilan dari 12 dukuh di Cepokosawit mengalami rusak parah. Ada tiga dukuh yang paling parah terdampak gempa saat itu yakni Dukuh Satriyan, Cepokosawit, dan Kenteng. Tiga orang meninggal dunia dan dua orang mengalami cacat akibat tertimpa bangunan rumah.
Gempa dahsyat itu masih meninggalkan trauma luar biasa warga setempat. Dari 19 kecamatan di Boyolali hanya satu kecamatan yang terkena gempa 2006.
Bantuan dari berbagai pihak berdatangan. Warga bergotong royong membersihkan puing-puing reruntuhan rumah yang roboh dan memperbaiki rumah yang rusak.
Tidak terasa sudah 10 tahun gempa dahsyat berkekuatan 5,9 SR itu berlalu. Warga Cepokosawit tidak pernah bisa melupakan kejadian itu. Semangat untuk bangkit dari keterpurukan menjadi modal warga untuk kembali membangun rumah yang rusak.
Kini warga membangun Monumen Gempa Bumi 2006 sebagai saksi sejarah terjadinya gempa bumi di Cepokosawit. Monumen yang dibangun di tanah kas desa seluas 500 meter persegi itu menelan dana senilai Rp225 juta dari swadaya masyarakat.
Jalan setapak sepanjang 50 meter menjadi jalan utama menuju ke monumen yang dibangun di tengah sawah. Desain monumen gempa berbahan utama batu setinggi 17 meter itu menyerupai dua gapura yang disatukan. Pembangunan gapura masuk Candi Prambanan di Klaten menjadi inspirasi monumen. Ada sembilan pola gambar berbeda yang ukir di monumen itu. Setiap gambar memiliki filosofi atau makan tentang bencana gempa bumi di Cepokosawit.
Tiga pola gambar bermotif bunga di bagian bawah mengartikan tiga dukuh paling parah terkena gempa, sembilan gambar bulatan bermakna jumlah dukuh yang terkena gempa, 12 kotak berbentuk segi empat bermakna jumlah dukuh di Desa Cepokosawit, 12 gambar bunga sakura di tengah bermakna jumlah dukuh, gambar lima kotak segi empat pada bagian sayap monumen mengartikan waktu kejadian gempa, angka 2006 di puncak memiliki arti tahun kejadian gempa.
Kemudian lima bulatan di bawah bola dunia (globe) bermakna bulan kejadian gempa, 27 lembar daun di bagian sayap bermakna tanggal kejadian gempa, dan bola dunia bermakna gempa bumi.
Ketua Pembangunan Monumen Gempa Bumi 2006, Soekoyo, mengatakan batu yang digunakan untuk membangun monumen didatangkan dari Muntilan, Magelang. Monumen dibangun di dalam kompleks Situs Gajah Putih. Pembangunan monumen dimulai tanggal 17 Februari 2014 sampai 4 April 2016.
“Kami sengaja meresmikan monumen bersamaan dengan peringatan dasawarsa gempa bumi 2006,” ujar Soekoyo kepada solopos.com, Rabu (25/5/2016).
Kepala Desa (Kedes) Cepokosawit, Slamet Raharjo, mengatakan salah satu tokoh masyarakat pengagas dibangunnya monumen adalah Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Mulyono yang tak lain adalah warga kelahiran Cepokosawit. Pembangunan monumen menelan dana senilai Rp100 juta, pembangunan museum senilai Rp100 juta, dan pembangunan infrastruktur senilai Rp25 juta.
“Kami ingin memberikan pendidikan sejarah kepda generasi muda tentang gampa dasyat yang pernah menguncang Cepokosawit melalui bangunan monumen. Gempa itu memberikan pelajaran berharga bagi warga,” kata dia.

No comments:

Post a Comment